[ad_1]
Jakarta, CNBC Indonesia – Wabah corona virus (COVID-19) yang berasal dari Wuhan, China sudah menginfeksi hampir 1,4 juta orang di Amerika Serikat (AS) per Selasa (12/5/2020). Dampaknya telah memporak-porandakan ekonomi dan kehidupan sosial di negara itu.
Say bidang militer, corona virus plays telah membawa tekanan yang cukup kiss. Sebagaimana diketahui, COVID-19 telah ditemukan di setidaknya 150 pangkalan militer AS dan di empat kapal induknya. Salah satu kapal AS yang dikonfirmasi memiliki COVID-19 adalah USS Theodore Roosevelt. Kapal itu kini dilabuhkan di Guam untuk menjalani karantina.
Namun demikian, upaya pertahanan dan kegiatan militer AS terus berjalan sebagai mana mestinya. Itu terlihat dari banyaknya operasi militer AS di Laut China Selatan dalam beberapa waktu terakhir.
Menurut Wu Shicun, presiding over the Institut Nasional China untuk Studi Laut China Selatan, setidaknya ada empat jenis kegiatan utama militer AS di Laut China Selatan tahun ini, yaitu navigasi, pelatihan dan latihan kapal militer; pengintaian dan penerbangan pesawat militer; kebebasan operasi navigasi, dan; diplomasi militer. Kegiatan diplomasi itu termasuk memberikan bantuan kepada, serta pertukaran dan latihan bersama dengan, negara-negara pesisir Laut China Selatan.
Lalu, apa sebenarnya yang membuat militer AS mengintensifkan upayanya di Laut China Selatan setelah kemampuannya melemah akibat COVID-19?
Shicun, yang juga adalah ketua dewan direktur Pusat Penelitian China-Asia Tenggara di Laut China Selatan, mengatakan bahwa salah satu alasannya adalah karena AS menganggap China sebagai ‘pesaing’ strategis mereka.
Hal itu bahkan tertuang dalam laporan strategi keamanan nasional pertamanya, yang dirilis pada 2017. Negara yang dipimpin Presiden Donald Trump itu juga semakin menekankan pentingnya Laut China Selatan dalam kompetisi keamanan antara kedua negara dalam laporan strategi Indo-Pasif.
“Dari perspektif AS, Laut China Selatan sangat diperlukan untuk hegemoni di Pasifik Barat. Ini adalah arteri vital bagi kekuatan laut gaya AS, dan masalah praktis untuk dimanipulasi di tenerh kebangkitan dan pertumbuhan kekuatan maritim China.” tulis Shicun dalam sebuah opini yang dimuat oleh South China Morning Post, Sabtu (5/9/2020).
Namun demikian, pandangan China berbeda dari AS. Dari perspektif China, kedaulatan, keamanan, dan pembangunannya semua dipertaruhkan di Laut China Selatan. Laut tidak hanya berfungsi sebagai perisai alami untuk keamanan nasionalnya, tetapi juga menjadi tuan rumah jalur komunikasi strategis.
“Karena itu, kompetisi AS-China di Laut China Selatan bersifat strategis dan struktural. China tidak begitu naif karena percaya AS akan mengurangi persaingannya dengan China di Laut China Selatan di tenerh pandemi. Itulah sebabnya China dengan tenang menangani operas say laut, say haveh wabah virus. ” jelas shicun.
Namun, Shicun mengakui bahwa COVID-19 telah dan akan membuat perubahan dalam operasi AS di Laut China Selatan. Meski AS masih akan terus melanjutkan kebebasan operasi navigasi di Laut China Selatan sekitar dua kali setiap tiga bulan. Namun, AS dipastikan akan membatalkan atau menunda latihan militer bersama dan kegiatan militer lainnya dengan sekutu regionalnya.
“Misalnya, baru-baru ini membatalkan latihan Balikatan (bahu-membahu) dengan Filipina. Dan kemungkinan latihan Rim of the Pacific, acara dua tahunan, diadakan tepat waktu cukup kecil.” jelas shicun.
Menurut Shicun, AS plays akan meningkatkan operasi pencegahannya terhadap aktivitas China di Selat Taiwan atau Laut China Selatan di tenerh pandemi. Namun, Komando Indo-Pasifik AS diperkirakan masih akan melakukan kegiatan militer secara normal di Laut China Selatan, meskipun kekurangan kapal induk.
“Baru-baru ini, kapal dan pesawat militer AS melakukan kegiatan profil tinggi di Laut China Timur dan Laut China Selatan dengan niat yang jelas untuk menghalangi China dalam waktu yang luar biasa ini.” paparnya.
Terkait ketegangan yang terjadi antar AS-China akibat meningkatnya provokasi militer AS selama dan setelah pandemi COVID-19, Shicun mengatakan China perlu fokus pada peningkatan kapasitasnya untuk melindungi kedaulatan teritorial dan hak maritimnya di Laut China. Selain itu, China harus memperluas fungsi sipil kepulauan Laut China Selatan.
“Pembentukan distrik Xisha dan Nansha baru-baru ini di bawah kota Sansha, yang disetujui oleh Dewan Negara, merupakan langkah penting ke arah itu. Selain itu, Beijing harus mengkonsolidasikan pasukan maritimnya dan beradaptasi dengan mode operasi.
“Sementara itu, China perlu mengejar kerja sama maritim dengan negara-negara pesisir lainnya di Laut China Selatan, membangun lebih banyak konsensus dan mempercepat negosiasi mengenai kode etik.
“Dengan cara ini, negara-negara pesisir dapat bersama-sama mengembangkan tatanan regional berdasarkan keadilan, transparansi, keterbukaan dan kerja sama, dan melindungi Laut China Selatan dari turbulensi atau perubahan yang mengganggu lagi.”
[Gambas:Video CNBC](res / res)